Age Regression dengan Waking Hypnosis

Hipnosis tidaklah identik dengan kegiatan tidur. Kondisi hipnosis yang lewat penelitian gelombang otak berada dalam kisaran frekuensi Alpha (8 – 14 Hz) atau Theta (4 – 8 Hz) lebih menyerupai kondisi saat menjelang manusia tertidur lelap, yang berada dalam kisaran frekuensi Delta (0.1 – 4 Hz). Kesalahpahaman ini sebenarnya bukanlah merupakan hal baru, penggunaan perintah ataupun saran “deep sleep!” (“tidur yang dalam!”) setelah kegiatan induksi telah digunakan sejak zaman Mesmerisme sebagai awal hipnotisme modern tahun 1500-an hingga sekarang ini, meskipun dalam pergeseran makna yang berbeda. Di zaman ini para operator hipnosis (hypnotist) ataupun hipnoterapis (hypnotherapist) menggunakan perintah / saran “tidur” dengan tujuan semata-mata untuk memudahkan perintah / saran tersebut dapat dipahami oleh pikiran bawah sadar (subconscious mind) secara serta-merta.

James Braid, pencetus istilah “hipnosis” yang berawal dari kata “hipnotisme” (“hypnotism”) dengan mengadaptasi kosakata “hypnos” sebagai nama dewa tidur Yunani kuno, bukannya tidak menyadari hal tersebut. Setelah mencetuskan istilah “hypnotism” (lengkapnya adalah “neuro-hypnotism”) tersebut pada tahun 1843, ia mengkoreksi penggunaan istilah itu beberapa waktu kemudian, dan menggantinya dengan istilah “monoideaism” (berpusatnya perhatian seseorang pada satu kegiatan / ide). Namun kesalahkaprahan ini terlanjur banyak melekat terutama di kalangan awam hingga saat ini.

Sebuah pernyataan yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dunia hipnotisme dikemukakan oleh Wesley Wells di tahun 1924, yang menyatakan bahwa kegiatan hipnosis dapat dilakukan tanpa “menidurkan” sang subjek, dan malahan sebaliknya dapat bekerja dengan sama sempurnanya pula dengan mempertahankan indera penglihatan (mata) sang subjek dalam keadaan terbuka (membuka mata). Kegiatan ini popular dengan sebutan “waking hypnosis” (hipnosis dalam keadaan mata terbuka) dan pertama kalinya muncul dalam buku Wesley Wells yang berjudul “An Outline of Abnormal Psychology” tahun 1929.

Dari pengalaman pribadi saya dalam menyaksikan beberapa demonstrasi waking hypnosis yang diperagakan oleh Bp. Yan Nurindra (Presiden Indonesian Board of Hypnotherapy – IBH) di sela-sela jeda masa rehat lokakarya beliau, beberapa tindakan eksperimental sempat saya lakukan sesudahnya (untuk memperhalus istilah kegiatan hipnosis “coba-coba” ). Sebuah hal menarik sempat saya alami beberapa bulan yang lalu ketika memperoleh pengalaman bahwa kegiatan Age Regression (kembali ke memori masa lampau) bahkan dapat dilakukan dengan mata terbuka pula (waking), meskipun sama halnya dengan kegiatan hipnosis atau hipnoterapi pada umumnya, setiap subjek mempunyai “bakat” untuk mencapai kedalaman yang berbeda-beda, dan terkadang tidak dapat dilakukan hanya dalam satu kali sesi saja.

Apa yang saya tuangkan disini bukanlah dalam tujuan untuk memamerkan apa yang telah dilakukan, karena bagaimanapun juga menjadi mahzab para praktisi hipnosis dan hipnoterapi bahwa pada dasarnya penentu utama keberhasilan proses hipnosis adalah subjek itu sendiri. Namun tulisan ini bertujuan untuk semata-mata didasarkan pada keinginan untuk berbagi dan mengharapkan masukan lebih lanjut dari rekan-rekan praktisi lain di sini.

Sejujurnya, kegiatan Age Regression dengan waking hypnosis ini barulah saya terapkan kepada beberapa orang saja, dan hanya subjek yang mempunyai tingkat sugestivitas baik sajalah yang mampu melakukannya hanya dalam 1 (satu) kali kesempatan. Sebuah catatan mengenai salah satu kegiatan tersebut yang bagi saya pribadi paling berkesan saya tuangkan di bawah ini:

Setelah beberapa kali melakukan demo hipnosis dalam komunitas kerja saya baik secara kecil-kecilan hingga sampai yang berkategori “cukup ekstrim”, banyak rekan kerja saya yang selanjutnya menolak untuk kembali mengalami proses hipnosis (atau dengan kata lain “dihipnosis”) karena menganggap dirinya sendiri menjadi bahan tertawaan. Hal ini diperparah oleh beberapa tayangan Hipnosis Pertunjukan (Stage Hypnosis) di televisi yang tidak memberikan pemahaman lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi: apakah kegiatan tersebut murni kegiatan hipnosis atau ada unsur-unsur lain di dalamnya yang melibatkan setting kondisi, tempat, dan calon sukarelawan (volunteer) berikut pula penambahan trik sulap (magic trick) untuk lebih menghidupkan suasana.

Oleh karena alasan penolakan tersebut, akhirnya saya mencoba pendekatan yang berbeda dalam kegiatan hipnosis yang akan saya lakukan dengan mengedepankan “potensi luar biasa” yang ada dalam diri sang subjek, sebut saja Ibu X, dan kebetulan mempunyai tingkat sugestivitas yang baik. Berikut dialog dan kegiatan hipnosis yang saya lakukan (dengan inisial WW) dan sang subjek (Ibu X):

WW : “Bu, coba tolong kemari sebentar dong.”

Ibu X : “Disuruh tidur dan dikerjain lagi, Pak? Wah ngga mau saya..”

WW : “Ngga kok. Kalau selama ini saya selalu mengatakan bahwa pikiran Ibu sebenarnya sangat luar biasa tanpa penjelasan lebih lanjut, saat ini saya ingin membuktikan bahwa apa yang saya katakan itu benar adanya.”

Ibu X : “Ah, masa Pak. Bapak bilang dulu contoh kongritnya seperti apa..”

WW : “Begini, sekarang saya tanya pada Anda, masih ingat tidak nama teman sebangku Ibu waktu masih SD kelas 1?”

Ibu X : “Lah, mana saya ingat, Pak. Nama teman saya SMA saya terkadang lupa-lupa ingat..”

WW : “Kalau saya tunjukkan caranya supaya Ibu bisa mengingatnya, mau tidak?”

(Tindakan dalam tujuan untuk membangun ekspektasi (keinginan) dari sang subjek untuk mengalami sendiri proses hipnosis sebagai langkah Pra-Induksi)

Ibu X : “Pakai acara “tidur” lagi? Ngga ah Pak, ntar saya dibodohin lagi..”

WW : “Kali ini tidak, benar-benar tidak. Justru saya minta Anda tetap membuka mata sehingga Anda bisa berkonsentrasi untuk tidak mau tertidur.”

Ibu X : “Kalau yang seperti itu tidak apa-apa. Tapi bener ya tidak dikerjain lagi..”

WW : “Benar. Untuk menghindarkan kekuatiran Anda sehingga Anda tetap dapat berkonsentrasi dengan sempurna, silakan memusatkan perhatian pada selembar kertas ini. Tetap fokus, sambil terus berkonsentrasi untuk membuka mata. Sehingga membuka mata membuat kekuatiran Anda melenyap, membuka mata membuat Anda lebih tenang, membuka membuat Anda semakin nyaman dan fokus…”

(Sebuah proses induksi secara tidak langsung, dan sesudahnya saya menyodorkan sebuah pensil kepada Ibu X)

WW : “Ibu, silakan terima pensil ini dan tuliskan umur Anda sekarang di kertas ini.”

(Ibu X menuliskan angka 36)

WW : “Bagus, 36 adalah angka yang menunjukkan usia Anda sekarang. Sekarang saya minta Anda menuliskan angka 35. Angka 35 merupakan usia Anda satu tahun yang lalu. Tetap saja santai dan tetap fokus untuk membuka mata, sambil mendengarkan instruksi saya. Dengan menuliskan angka 35 membuat Anda mengetahui bahwa usia Anda tahun lalu adalah 35 tahun. Hingga akhirnya menulis angka 35 membuat pikiran Anda dapat mengetahui memori bahagia pada usia 35 tahun tersebut. Dan oleh sebab itu Anda menjadi sangat senang sekali, sangat bahagia sekali, ketika Anda menyadari bahwa pikiran Anda mampu memutar kembali memori bahagia pada usia tersebut. Ingat, hanya memori-memori bahagia saja yang diingat, ya.. (Langkah preventif untuk menghindarkan adanya pemunculan memori negatif yang mengganggu).

(Berbicara cepat). Baik sekarang tuliskan angka 34, sebagai usia Anda sebelumnya. Tuliskan angka 33 sebagai usia Anda sebelumnya lagi. Bagus seperti itu, tuliskan angka 32, mundur terus dengan cepat dan tetap rileks. Semakin Anda menulis mundur membuat Anda semakin rileks sehingga pikiran Anda dapat bekerja untuk memunculkan memori-memori yang berkenaan di usia tersebut. Santai sajalah, dan terus menulis mundur hingga nanti akhirnya Anda berhenti di usia saat hari pertama Anda memasuki SD.”

(Sebuah proses pendalaman / Deepening dengan meminta subjek menuliskan angka-angka mundur sesuai dengan usianya, hingga akhirnya Ibu X berhenti menulis pada angka 6)

WW : “Ibu X, apakah usia 6 tahun merupakan usia di mana pertama kali Anda masuk SD.”

Ibu X : “Benar, Pak. (Sambil tersenyum).

WW : “Kenangan apa yang Anda ingat di masa tersebut? Seperti misalnya: nama guru Anda dan teman sebangku Anda?”

Ibu X : “Teman sebangku saya Si Effendi, anak yang cukup usil. Dan guru saya bernama Bu Hartini. Wah.. saya jadi ingat, Pak!”

WW : “Baik, tetap mengarahkan fokus pendangan pada angka 6 tersebut. Sekarang, coba tuliskan angka mundur lagi mulai dari 6 hingga 0, yang menunjukkan usia Anda pertama kali dilahirkan.”

(Ibu X menuliskan angka mundur hingga ke 0)

WW : “Apa yang Anda lihat, ingat, ketahui, atau Anda rasakan di angka 0 tersebut?”

Ibu X : “Lho, saya kok melihat samar-samar ada seorang dukun beranak sedang membantu ibu saya melahirkan. Apakah itu saya, Pak? Wah, kok bisa seperti ini? Dan, kok ada yang sedikit aneh, ya Pak?”

WW : “Kondisi apakah yang Anda sebut sebagai “aneh” tersebut?”

Ibu X : “Kok saya melihat api pada saat saya menulis angka 1 ke 0. Boleh saya ulangi menulis angka 1 dan 0 lagi, Pak?”

WW : “Silakan, tulis angka 1 kemudian 0 yang menunjukkan memori Anda di masa usia 1 hingga 0 tahun. Tetap rileks, santai, bahagia, dan penuh kebijaksanaan dalam mencermatinya..”

Ibu X : “Kok saya melihat ada kebakaran di mobil yang ditumpangi ayah saya? Beneran atau ngga ini, Pak?”

(Beberapa hari kemudian setelah dikonfirmasi ke orang tua Ibu X tersebut, kejadian itu pernah terjadi 2 minggu setelah Ibu X dilahirkan)

WW : “Hal tersebut mungkin pernah terjadi, mungkin pula tidak pernah terjadi. Tetap rileks, santai, dan tenang sajalah karena sebenarnya usia Anda saat ini bukanlah usia yang Anda rasakan atau Anda lihat. Justru karena saat ini Anda mengetahui bahwa saat pikiran Anda fokus, Anda bersyukur dan bahagia karena Anda telah membuktikan bahwa Anda luar biasa, Anda mampu mengingat kembali memori-memori yang luar biasa.
Bergembiralah dan bahagialah karena Anda kini menyadari potensi pikiran Anda tersebut. Sambil tetap santai dan rileks, sekarang mulailah kembali menulis angka 1, 2, dan seterusnya hingga nanti menuliskan angka 36 sebagai usia Anda sekarang. Namun, saya minta Anda berhenti sejenak saat menuliskan angka yang menunjukkan usia di mana Anda mengalami masa-masa menyenangkan, penuh percaya diri, karena adanya sebuah pencapaian prestasi ataupun hal-hal lain yang membuat Anda sangat bersemangat sekali.”

(Ibu X mulai menuliskan angka 1, 2, dan seterusnya hingga berhenti di angka 17)

WW : “Apa yang Anda lihat, Anda ingat, Anda ketahui, atau Anda rasakan di usia tersebut? Silakan bercerita apabila Anda merasa mau bercerita, dan tidak perlu menceritakannya apabila Anda merasa tidak mau.”

Ibu X : “Saya bercerita saja, Pak. (Tersenyum lebar). Di usia ini saya ingat saya pertama kali merasa dewasa,merasa bertanggung jawab, setelah menerima wejangan Ibu yang memberitahu saya untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain karena saya sudah dewasa. Petuah tersebut menjadikan saya bersemangat, hingga akhirnya saya mampu menjadi juara kelas untuk pertama kalinya saya bersekolah.”

WW : “Bagus, Ibu X. Sekarang kembalilah menulis angka selanjutnya dengan membawa segala kebijaksanaan petuah sang Ibu waktu itu, bawalah segala hal positif yang ada di usia tersebut sehingga pada usia Anda sekarang Anda menjadi sangat bersemangat sekali dan sangat percaya diri dalam menjalani hidup ini seperti halnya pada usia 17 tahun tersebut. Hingga akhirnya pada saat Anda berhenti di angka 36, di usia Anda sekarang, dan nantinya saat Anda menjalani usia-usia Anda seterusnya, Anda menjadi sangat bersemangat, dangat percaya diri, dalam segala pencapaian prestasi dalam kehidupan ini..”

(Ibu X menulis hingga angka 36 dan wajahnya sangat berseri-seri. Sebuah proses terminasi yang dilakukan dengan memberikan sugesti positif yang bermanfaat bagi subjek itu sendiri)

WW : “Bagaimana rasanya sekarang, Ibu X?”

Ibu X : “Wah, sangat bersemangat sekali Pak. Rasanya sangat percaya diri sekali saya saat ini.”

WW : “Nah, mulai sekarang, saat Anda merasa kurang percaya diri atau kurang bersemangat dalam menghadapi sesuatu, Anda tinggal menuliskan angka 17 di sebuah kertas dan membayangkan saja bahwa dari angka 17 yang tertulis dalam kertas tersebut seakan-akan terdapat sebuah sinar yang memancar ke diri Anda dengan sangat kuatnya hingga sinar tersebut habis. Saat Anda melakukan hal tersebut, Anda akan merasakan kondisi rasa percaya diri dan bersemangat yang sama seperti ini.

(Sebuah sugesti pembentukan Anchor di masa mendatang yang dilakukan dengan Object Imagery)

Ibu X : “Betul bisa seperti itu Pak? Hanya dengan menulis angka 17 saja?”

WW : “Tentu saja bisa, karena apa yang Anda lakukan nanti sebenarnya serupa dengan apa yang kita lakukan.”

Ibu X : “Wah, terima kasih banget, Pak. Tumben Bapak baik, ngga ngerjain saya yang macam-macam lagi…”

(Saya merasa kalimat akhir Ibu X kok mengandung makna tersirat yang agak tidak enak didengar, ya? Ckckckck….)

Sedikit anjuran dari saya pribadi untuk tidak mengedepankan proses Age Regression demi keperluan hiburan semata-mata, terutama bagi yang belum dapat mempersiapkan diri dengan tindakan terapi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pengalaman tersebut hanyalah saya tulis dalam kerangka tujuan demi pembelajaran lebih lanjut untuk saya pribadi bersama rekan-rekan praktisi, yang seyogyanya memberikan pemahaman konsep waking hypnosis lebih lanjut sehingga dapat menjadi benang merah dari “sebuah jembatan penghubung” dua konsep keilmuan bawah sadar yaitu Hipnosis dan NLP.

Penulis : Willy Wong [source : http://www.ibhcenter.org/id/artikel/age-regression-dengan-waking-hypnosis_72]



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *